Bima, Berita Bima – Kepolisian Resor (Polres) Bima, Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), menetapkan enam orang peserta unjuk rasa sebagai tersangka atas dugaan tindakan anarkis yang terjadi saat demonstrasi menuntut percepatan pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa pada Rabu, 28 Mei 2025 lalu.
Dalam konferensi pers yang digelar, Kapolres Bima AKBP Eko Sutomo, S.I.K., M.I.K., menyampaikan bahwa keenam tersangka ditangkap karena merusak satu unit mobil dinas milik Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bima. Kerusakan dilakukan dengan cara melempar batu, memukul, dan menendang mobil tersebut.
"Total ada enam orang yang telah kami tetapkan sebagai tersangka karena melakukan tindakan anarkis terhadap kendaraan dinas pemerintah," ujar Kapolres didampingi Kabag Ops Kompol Iwan Sugianto, Kasat Reskrim AKP Abdul Malik, SH, dan Kasi Humas Iptu Adib Widayaka.
Barang bukti yang diamankan dalam kasus ini antara lain mobil dinas yang dirusak, dua buah batu kali, dua bongkahan semen, dan sebatang kayu yang digunakan dalam aksi tersebut.
Keenam tersangka masing-masing berinisial MY (22), ES (21), AT (19), DDY (18), MA (24) yang merupakan koordinator lapangan, dan satu tersangka lainnya. Mereka berasal dari berbagai kecamatan di Kabupaten Bima dan tergabung dalam kelompok aksi mahasiswa Cipayung.
Kapolres menjelaskan bahwa aksi demonstrasi tersebut menyimpang dari lokasi yang telah diizinkan. Izin demonstrasi awalnya menyebutkan titik aksi di Simpang Talabiu, namun massa aksi justru berpindah ke depan Bandara Sultan Muhammad Salahudin Bima.
"Meskipun kami telah memberikan imbauan humanis dan mengarahkan massa ke lokasi yang sesuai izin, mereka tetap membandel dan bahkan memblokir jalan di pertigaan Desa Teke. Dari sanalah kemudian terjadi insiden pengerusakan mobil dinas," ungkap Kapolres Eko Sutomo.
Akibat peristiwa tersebut, Dinas Peternakan Kabupaten Bima melaporkan insiden itu secara resmi ke Mapolres Bima. Berdasarkan hasil penyelidikan dan pengumpulan barang bukti, enam pelaku langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka dikenakan Pasal 170 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 212 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun 6 bulan penjara. Saat ini, para tersangka dititipkan di Mapolda NTB untuk proses hukum lebih lanjut.
Kapolres Bima menegaskan, pihaknya tetap menghormati hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Namun, ia menekankan bahwa demonstrasi harus dilakukan sesuai aturan hukum.
“Demonstrasi adalah hak yang dilindungi undang-undang dalam negara demokrasi. Tapi harus dilakukan secara damai dan tidak melanggar hukum. Tindakan anarkis tidak bisa ditoleransi,” pungkasnya.(RED)