Oleh: Dedy Kurniawan, S.Pd
Kasus pelecehan seksuak yang terjadi dimanapun dan kapan pun harus menjadi peringatan serius bagi kita semua. Karena ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga bentuk ๐ฅ๐๐ฃ๐๐๐๐ฃ๐๐ช๐ง๐๐ฃ ๐๐๐ง๐๐ ๐๐๐ง๐ ๐๐๐ฃ ๐ฅ๐จ๐๐ ๐ค๐ก๐ค๐๐ ๐ ๐ค๐ง๐๐๐ฃ.
Jika kejahatan ini tidak ditindak tegas, kita sedang membiarkan predator berkeliaran bebas dan membuka ruang bagi korban-korban berikutnya.
๐๐๐ก๐๐๐๐๐๐ฃ ๐จ๐๐ ๐จ๐ช๐๐ก : Kejahatan yang Menghancurkan Kehidupan Korban
Pelecehan seksual bukan hanya tentang sentuhan yang tidak diinginkan atau kata-kata cabul. Ini tentang bagaimana seseorang dipaksa kehilangan kendali atas tubuh dan martabatnya. Menurut laporan Komnas Perempuan, kasus kekerasan seksual terus meningkat, dan yang lebih mengkhawatirkan, banyak korban memilih diam karena takut tidak mendapatkan keadilan.
Dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), sudah sangat jelas bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi korban dan menghukum pelaku. Sayangnya, dalam banyak kasus, penegakan hukum masih lemah. Mediasi tidak boleh menjadi solusi, karena pelecehan seksual adalah tindak pidana, bukan perkara yang bisa didamaikan begitu saja.
๐๐ช๐ ๐ช๐ข๐๐ฃ ๐ฝ๐๐ง๐๐ฉ ๐๐๐๐ ๐ฅ๐๐ก๐๐ ๐ช: Harga yang Harus Dibayar
Mengacu pada Pasal 14 UU TPKS, pelaku pelecehan seksual fisik bisa dipenjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp50 juta. Bahkan, dalam kasus yang lebih berat seperti pemaksaan seksual, hukuman bisa mencapai 12 tahun penjara (Pasal 15 UU TPKS). Ini bukan hukuman yang bisa ditawar-tawar!
Lebih jauh, dalam Pasal 289 KUHP, setiap tindakan cabul yang dilakukan dengan kekerasan bisa berujung 9 tahun penjara. Jika korban dalam kondisi tidak berdaya, pelaku bisa dikenakan 7 tahun penjara (Pasal 290 KUHP). Ini menunjukkan bahwa hukum sebenarnya telah memberikan dasar yang kuat, tinggal bagaimana aparat penegak hukum berani menindak tegas tanpa intervensi pihak mana pun.
๐๐ค๐ก๐๐จ๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐จ: Jangan Sampai Keadilan Dipermainkan!
Pihak kepolisian tidak boleh ragu atau lamban dalam menangani kasus ini. Pasal 27 UU TPKS menegaskan bahwa laporan pelecehan seksual harus segera diproses tanpa ada alasan mengulur-ulur waktu. Jika ada pembiaran, kepolisian bisa dianggap melakukan obstruction of justice—menghalangi keadilan—dan bisa dijatuhi sanksi etik maupun pidana.
Sudah terlalu banyak korban yang menderita karena pelaku bebas berkeliaran tanpa hukuman. Kasus di Kota Bima harus menjadi contoh bahwa Indonesia bukan surga bagi predator seksual!
๐๐๐จ๐๐ข๐ฅ๐ช๐ก๐๐ฃ: Keadilan Harus Berdiri di Pihak Korban
Jika kita membiarkan kasus pelecehan seksual berlalu tanpa tindakan tegas, kita sedang menjadi bagian dari budaya kekerasan yang terus berulang. Hukum sudah ada, tinggal ditegakkan! Kita butuh ketegasan aparat, dukungan masyarakat, dan keberanian korban untuk bersuara agar tidak ada lagi yang menjadi korban berikutnya.
๐๐๐ก๐๐๐๐๐๐ฃ ๐จ๐๐ ๐จ๐ช๐๐ก ๐๐ช๐ ๐๐ฃ ๐จ๐๐ ๐๐๐๐ง "๐๐ฃ๐จ๐๐๐๐ฃ ๐ ๐๐๐๐ก", ๐๐ฃ๐ ๐๐๐ก๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐๐ฉ๐๐ฃ ๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐ข๐๐๐๐ก๐ฃ๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐๐๐ง๐ช๐จ ๐๐๐๐๐ฎ๐๐ง ๐๐ผ๐๐ผ๐!
Penulis meruapakan pemerhati sosial dan pendidikan yang juga pimpinan Beritabima.com Media.