![]() |
Ketua Umum SEMMI Cabang Bima, Bung Irul Ambalawi |
Aksi ini menyuarakan kekecewaan mendalam terhadap carut-marut distribusi dan penyerapan jagung petani oleh Bulog. Massa aksi menilai, kebijakan yang diterapkan tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat, terutama para petani jagung yang menjadi tulang punggung pangan lokal.
Ironisnya, saat massa datang menyampaikan aspirasi, yang menemui mereka hanyalah Kepala Gudang Bulog, bukan pengambil kebijakan utama. Jawaban yang diberikan pun dianggap tidak menyentuh substansi masalah, mempertegas lemahnya peran Bulog dalam pelayanan publik dan perlindungan terhadap petani.
Ketua Umum SEMMI Cabang Bima, Bung Irul Ambalawi, menyampaikan kecaman keras terhadap sikap tidak kooperatif Bulog.
“Kami tidak datang untuk bersalaman, kami datang membawa keringat dan tangisan petani yang hasil panennya ditolak! Jika Bulog tidak bisa menyerap jagung rakyat, maka jangan duduki kantor itu!” tegas Bung Irul.
Ia juga menyatakan akan melayangkan surat resmi ke legislatif dan pimpinan pusat Bulog untuk menuntut audiensi terbuka. Irul menegaskan, ini bukan akhir, melainkan awal dari gerakan perlawanan rakyat terhadap ketimpangan distribusi pangan.
Dalam aksinya, SEMMI Bima mengajukan lima tuntutan utama:
Bulog wajib membuka akses maksimal dalam penyerapan jagung petani tanpa alasan soal kualitas atau kapasitas gudang.
Bulog harus segera menyelesaikan persoalan kelebihan stok yang menyebabkan banyak hasil panen petani membusuk.
Bulog diminta segera membayar seluruh hasil panen yang sudah dibongkar petani tanpa ada penundaan.
Pemerintah Kota dan Kabupaten Bima diminta memecat Kepala Bulog Cabang Bima yang dianggap gagal menjalankan fungsi pelayanan publik.
Aparat Penegak Hukum (APH) diminta memperketat pengawasan agar tidak ada praktik nepotisme dalam penyerapan jagung rakyat.
SEMMI juga menyerukan pembentukan gerakan rakyat lintas sektor sebagai respons atas sistem distribusi pangan yang dinilai timpang dan diskriminatif. Bung Irul menutup orasinya dengan semangat perlawanan:
“Kami tidak akan diam melihat rakyat kami diinjak oleh sistem yang dikelola untuk kepentingan segelintir elite.”
Aksi ini menjadi sinyal awal bahwa gelombang perlawanan rakyat terhadap kebijakan pangan yang tidak adil akan terus membesar, bahkan bisa merambah ke level provinsi dan nasional jika tidak segera direspons dengan langkah konkret.(RED)